Munculnya Pan Islami pada masa Turki Usmani


Oleh: Debi Harmanza

Turki Usmani merupakan imperium Islam terakhir yang hancur pada tahun 1924. Kmunduran Turki Usmani sudah mulai dimulai terasa di penghujung abad 17 bersamaan dengan kebangkitan Eropa.

Kondisi ini menyebabkan terjadinya krisis identitas pada masyarakat Turki Usmani. Orang Turki Usmani bahkan dijuluki dengan the sickman Europe (orang Eropa yang sakit). Sebutan ini menjadi cemooh yang sangat menyakitkan bagi rakyat Turki Usmani.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengantisipasi kemunduran ini. Pada abad 19 dilakukan program reformasi besar-besaran yang dikenal dengan tanzimat. Reformasi ini berusaha menjadikan Turki Usmani sejajar dengan negara Eropa lainnya. Turki Usmani kemudian mengadopsi sistem hokum Prancis dan militer ala Inggris. Namun reformasi ini banyak ditentang karena semakin membuat Turki Usmani kehilangan jati dirinya sebagai sebuah imperium Islam.

Permasalahan utama dari Turki Usmani adalah krisis identitas. Mereka dihadapkan pada pilihan apakah menjadikan diri mereka sebagai Eropa atau Islam. Heterogenitas yang kompleks dalam imperium tersebut semakin mempersulit pembentukan identitas Turki Usmani. Dengan wilayahnya yang luas membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, Balkan hingga Asia Tengah, Turki Usmani menyimpan keberagaman bangsa, budaya dan agama.

Peta Wilayah Turki Usmani

Dalam kondisi seperti ini berbagai ideologi muncul yang mengusung persatuan imperium tersebut. Ideologi pertama yang diusung adalah Pan-Ottomanisme yang dicetusan oleh Sultan Mahmud I. Ideologi ini pada dasarnya meniru konsep nasionalisme yang disebarkan Barat. Pan-Ottomanisme menjadikan seluruh wilayah imperium sebagai sebuah identitas politik. Prinsipnya adalah kesatuan komponen (ittihad annasir) dari berbagai bangsa dan agama. Kebijakan ini berusaha mengurangi dominasi kelompok muslim.

Disamping itu juga muncul paham oksidentalisme. Oksidentalisme muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap gelombang westernisasi. Menurut mereka westernisasi di bidang teknik telah merambah ke berbagai bidang seperti lembaga pendidikan, sistem hokum dan politik. hal ini menyebabkan Turki Usmani telah kehilangan jati diri mereka.

Dalam kondisi demikian Barat pun tidak ketinggalan meniupkan pemikiran-pemikiran baru yang memperparah krisis identitas Turki. Mereka membuka studi Turkologi, sebuah bidang yang membahas asal usul bangsa Turki hingga Asia Tengah sebelum mereka menganut Islam. Studi ini kemudian melahirkan Pan-Turkisme yang mengusung persatuan ras Turki di Asia Tengah.

Namun Pan-Turkisme sendiri kurang mendapat tempat dalam imperium Turki Usmani. Karena meskipun bangsa Turki merupakan nama imperium namun mereka tidak mendapat tempat istimewa dalam imperium. Jabatan-jabatan penting lebih banyak dipegang oleh bangsa Arab, Kurdi dan Balkan. Nama Turki sendiri lebih mengacu kepada bangsa pendiri imperium, bukan keistimewaan etnis Turki.

Di penghujung abad 19 dan awal abad 20, paham nasionalisme berkembang hebat di wilayah imperium Turki Usmani. Hal ini mendorong pemberontakan di daerah-daerah yang menginginkan pembentukan negara sendiri. Bahkan bangsa Arab, yang merupakan komponen utama, melakukan pemberontakan. Pemberontakan ini didalangi oleh Inggris melalui agennya T. E. Lawrence.

Inilah yang mendorong Sultan Abdul Hamid II mengusung gagasan Pan-Islamisme. Gagasan ini menginginkan semua umat Islam bersatu secara politik. Persatuan ini diwujudkan berupa pengakuan Sultan Turki Usmani sebagai khalifah umat Islam. Gagasan ini berhasil mendapat simpati umat Islam dan menjadi la

Sultan Abdulhamid II

Namun ternyata Turki Usmani gagal diselamatkan dari kehancuran. Setelah kalah dalam Perang Dunia I, Turki Usmani berada dalam pengaruh Barat. Melalui agennya, Mustafa Kemal Atturk, menjadikan Turki Anatolia sebagai sebuah republik. Meskipun jabatan sultan dihapus, sultan terakhir masih diperkenankan menyandang gelar khalifah. Namun ini hanya berlangsung pada tahun 1924.

Setelah itu berakhirlah sebuah imperium Islam dan simbol persatuan umat Islam. Turki Usmani diganti dengan Republik Turki yang wilayahnya terbatas di Anatolia, sementara wilayah lain telah dipecah didirikanlah negara-negara baru. Atturk sendiri dengan leluasa melaksanakan westernisasi dan sekularisasi serta berusaha menghilangkan seluruh identitas Islam yang ada pada negara tersebut.

Referensi: Yelda Demirag, Pan-ideologi in the Ottoman Empire Against the West: From Pan-Ottomanism to Pan-Turkism, Turkish Yearbook Volume XXXVI

Leave a comment