Pages

Senin, 25 November 2013

KEBUDAYAAN : MANUSIA DAN KEBUTUHANNYA

Pendahuluan

Istilah Budaya hanya dapat berlaku atau diberlakukan dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk yang memiliki akal pikiran, maka manusia secara individu memiliki kemampuan untuk mengembangkan pemikiran sekaligus upaya untuk mewujudkannya yang dari waktu ke waktu berkembang sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Sebagai makhluk yang berkelompok (sosial), manusia senantiasa memikirkan dan mengupayakan bagaimana sedapat mungkin mewujudkan kelompoknya (masyarakat) berjalan teratur, serasi yang akhirnya dapat dinikmati bersama-sama. Maka lewat proses kebudayaan, lahirlah apa yang pada akhirnya disebut sebagai bahasa, mata pencaharian, norma/hukum, kesenian, upacara adat, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya yang berkembang dari masa ke masa menyesuaikan tingkat kebutuhan masyarakat itu sendiri. Hal ini yang membedakan antara manusia dengan makhluk hidup lain, (binatang sebagai misal) yang dalam mewujudkan kebutuhannya bersifat stagnan dan naluriah saja. Jadi dapat dikatakan, faktor dasar yang menjadi nilai pembeda antara manusia dengan makhluk hidup lainnya terdapat pada kebudayaannya.
Pengertian mengenai  kebudayaan (culture) sangatlah kompleks, masing-masing ahli merumuskan dengan kalimat yang berbeda walaupun menuju ke pengertian umum yang sama, yaitu sebagai pengembangan akal budi manusia. Dalam istilah Inggris, ‘budaya’ dibahasakan sebagai “Culture” dengan mengambil istilah Latin “Colere” yang berarti : bercocok tanam. Untuk konteks Indonesia,  “Budaya” berasal dari bahasa Sanskerta yaitu, buddhaya  yang merupakan bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Sehingga dalam kegiatan tertentu, budaya identik dengan pengistilahan budi daya.  Secara umum, Budaya dapat diartikan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Dalam perkembangannya, definisi budaya dapat diartikan sebagai pandangan hidup tertentu dari masyarakat, periode, atau kelompok tertentu.

Beberapa hal yang tumbuh dari perjalanan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, melahirkan dorongan - dorongan yang memunculkan terjadinya kebudayaan. Faktor – faktor yang menimbulkan terjadinya kebudayaan, diantaranya :

1.    Manusia dan Cinta Kasih

Di dalam hidupnya, manusia selalu menggantungkan diri dengan sesamanya. Dari sikap saling ketergantungan inilah, timbul rasa saling membantu sebagai perwujudan dorongan rasa “cinta kasih” terhadap satu sama lain. Definisi ‘cinta kasih’ secara harfiah sebagai kebutuhan manusia memang sulit diartikan. Namun secara sederhana ‘cinta kasih’ dapat diterjemahkan sebagai kebutuhan tingkat dasar untuk mewujudkan bentuk kepuasan, ketentraman dan perkembangan bagi diri sendiri maupun sesama. Manusia dengan kesadarannya, memahami bahwa mustahil dapat hidup sendiri. Dari tingkat ini, maka terjadilah jaringan komunikasi yang bersifat dialogis untuk melakukan sesuatu demi mewujudkan cita-cita bersama. Terjadilah kelompok-kelompok manusia yang hidup saling bantu membantu dalam menyediakan kebutuhannya, seperti : penyediaan makanan (berburu, meramu dan bercocok tanam) serta penyediaan tempat tinggal yang dilaksanakan secara bersama. Demikian pula, karena dorongan “cinta kasih” ini pula, antara satu manusia dan manusia lain, memunculkan sifat dan sikap saling memberi, saling memperhatikan dan saling menjaga.



2.    Manusia dan Keindahan

Pemahaman manusia terhadap kenyataan alam semesta yang indah, memunculkan rasa untuk mewujudkan atau mencipta bentuk keindahan dalam ruang yang lain. Proses perwujudan keindahan ini, dilakukan dengan jalan kontemplasi dan cara-cara penghayatan yang dimiliki. ‘Kontemplasi’ adalah suatu proses perenungan mendalam atau berfikir penuh untuk mencari nilai-nilai, makna, manfaat dan tujuan suatu hasil penciptaan. Pengertian tersebut bersumber pada berbagai kenyataan dalam kehidupan sehari-hari yang hakikatnya selalu menghendaki perubahan. Manusia memahami kebutuhan keindahan ini tidak hanya semata – mata bagi dirinya sendiri, namun juga diperuntukkan bagi ‘kekuatan lain’ diluar dirinya. Agar terdapat keselarasan antara ‘alam’ sebagai penyedia bahan kebutuhan dengan manusia yang memanfaatkannya, maka ‘alam’ juga dipandang layak untuk diberikan persembahan akan hal-hal yang bersifat keindahan sebagai rasa timbal balik. Dalam tindakannya, berwujud pada hasil karya atau cipta seni yang diperolehnya melalui persepsi terhadap fenomena kebudayaan. Hasil karya atau cipta seni tersebut berkembang menjadi cabang – cabang kesenian sesuai dengan bentuk yang diciptakan dan media yang dipergunakan.

3.    Manusia dan Pandangan Hidup

Dalam menjalani kehidupannya, ternyata manusia mengalami beberapa persoalan seperti : Kegelisahan, Penderitaan, Keadilan dan Harapan. Pada permasalahan seperti ini, manusia memiliki keinginan-keinginan sebagai pembebasan persoalan yang dianggapnya sebagai penghambat dan menumbuhkan cita-cita tertentu sebagai bentuk harapan akan munculnya kebahagiaan. Dalam menghadapi masalah, hambatan, tantangan dan gangguan tersebut, manusia membutuhkan suatu pelindung. Sedangkan cita – cita atau harapan kepada kebaikan, ketentraman dan kebahagiaan disadari tidak datang begitu saja melainkan harus ada upaya pelaksanaannya baik secara pribadi maupun bersama pihak lain. Prinsip – prinsip tersebut pada akhirnya disebut sebagai ‘pandangan hidup’. Bagaimana memperlakukan pandangan hidup bergantung pada masing-masing manusia yang bersangkutan. Pandangan hidup yang muncul dan tujuan yang bervariasi ini karena pada dasarnya manusia memiliki banyak hal yang berkaitan dengan dirinya. Ada yang memperlakukan pandangan hidup sebagai sarana mencapai tujuan, dan ada yang menggunakannya sebagai penimbul ketentraman, kesejahteraan maupun kebahagiaan. Pada implementasinya, muncul kebudayaan yang berkembang menjadi : - keyakinan (agama), yaitu pandangan hidup yang dianggap mutlak kebenarannya, - ideology, yaitu pandangan hidup yang disesuaikan dengan norma setempat (wilayah, negara), dan – renungan, yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.

4.    Manusia dan Tanggungjawab

Sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial dimana setiap perbuatan yang dilakukan memiliki hubungan dengan pihak lain, maka konsekuensi yang dihadapi manusia adalah hak dan kewajiban. Agar tercapai keselarasan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban, maka diperlukan sikap untuk senantiasa menjaga komitmen yang telah dibuat melalui bentuk yang disebut “tanggung jawab”. Tanggung jawab muncul karena konsekuensi adanya komitmen yang disepakati sebelumnya dan wewenang yang telah diatur bersama. Secara pengertian umum, ‘tanggungjawab’ adalah “kewajiban dalam melakukan tugas tertentu”. Atau “sesuatu yang menjadi keharusan untuk dilaksanakan dan dibalas secara timbal balik”. Dalam perkembangan kebudayaan manusia sesuai dengan eksistensinya, maka bentuk tanggung jawab terkategori menjadi : - tanggung jawab terhadap diri sendiri, - tanggung jawab terhadap keluarga, - tanggung jawab terhadap masyarakat, dan - tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Agar dalam bertindak, manusia senantiasa berada dalam koridor tanggung jawab, maka diperlukan sistem kontrol sebagai bentuk kesepakatan untuk dipatuhi bersama berupa : norma – norma etika maupun produk-produk hukum.


Penutup

Dapat disimpulkan secara umum, kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa yang berasal dari, oleh dan untuk manusia beserta lingkungannya demi tujuan positif yang dapat dirasakan bersama. Sesuatu yang bersifat positif adalah sesuatu yang bersifat membangun. Maka berkebudayaan adalah upaya melakukan pembangunan baik secara fisik maupun mental atau jasmani dan rohani. Kebudayaan tidak lain adalah usaha dasar manusia untuk menciptakan kondisi hidup yang lebih baik. Kebudayaan membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan hidupnya dan secara serentak terjadi pula dinamika masyarakat dengan segala perubahan ataupun pergeseran sistem nilai budaya. Maka sebagai manusia yang berbudaya, maka sudah semestinya mampu menjaring mana yang lebih positif untuk pembangunan fisik dan mental masyarakat dan mana yang tidak sesuai untuk diterapkan. Budaya memiliki satu makna dengan adab. Oleh karena itu, manusia dianggap berkebudayaan jika olah cipta, rasa dan karsanya menuju pada hal-hal yang beradab bukan pada hal yang sebaliknya. Pada konteks inilah, manusia memiliki ‘nilai pembeda’ dengan makhluk yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar